Era teknologi tentu mengubah gaya hidup dan kebiasaan masyarakat. Dalam pekerjaan, era teknologi sekarang ini banyak memunculkan banyak profesi baru sekaligus menghilangkan mata pencarian lama yang tidak dapat menyesuaikan diri, termasuk profesi arsitek.
Dalam menghadapi situasi ini, Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Ahmad Djuhara mengatakan, tantangan untuk profesi ini adalah bagaimana mengejar perkembangan teknologi.
"Tantangan buat arsitek ya tinggal mengejar perkembangan teknologi saja," ujar Djuhara menjawab Kompas.com, Senin (17/12/2018).
Dia menambahkan untuk ide dan kreativitas tidak dapat digantikan oleh teknologi atau kecerdasan buatan (artificial inteligence).
Djuhara mengatakan, produksi gambar memang dapat diganti dengan teknologi atau mesin sejenisnya.
"Teknologi itu alat bukan tujuan. Tapi teknologi bukan satu-satunya alat dalam profesi arsitek untuk mencapai tujuan," ucap Djuhara.
Profesi arsitek merupakan perancang atau pemberi ide. Profesi arsitek berbeda dengan konsultan lain, terlebih dalam jasa konstruksi. Menurut Djuhara, arsiteklah yang memulai ide untuk desain pertama kali.
"Pemikiran dan ide desain lebih penting, teknologi cuma membantu saja," imbuh dia.
Penghasilan arsitek
Menurut Djuhara, ada beberapa hal yang harus diluruskan dari profesi arsitek. Djuhara mengatakan, profesi arsitek itu unik.
Ini karena seorang arsitek dapat bekerja dengan orang lain namun juga dapat melakukan praktik mandiri.
"Tapi memang keistimewaan arsitek adalah di situ, di posisi yang khusus sebagai pencipta, punya ide kreatif, selain juga dianggap sudah memiliki semua dasar teknis yang sudah tidak dipertanyakan lagi," imbuh dia.
Merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Arsitek, untuk menjadi arsitek, seseorang wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA).
Sedangkan untuk memiliki surat tanda tersebut, seseorang harus mengikuti kegiatan magang paling singkat selama minimal dua tahun.
Kegiatan magang ini juga bisa menjadi awal dari jenjang karir arsitek setelah menyelesaikan pendidikan arsitektur.
Djuhara menambahkan, setelah seseorang mendapatkan surat tersebut, maka dia sudah dapat berpraktik mandiri.
"Sebelum lulus ujian kompetensi, belum bisa disebut arsitek, masih lulusan arsitektur saja," terang dia.
Bahkan, arsitek juga perlu mengikuti alur proses pendidikan arsitek. Hal ini didapat melalui magang kepada mentor yang berpengalaman.
"Dia akan bisa mengerjakan proyek sendiri berdasarkan fee atau honorarium sesuai kontrak kerja sebagai arsitek," imbuh dia.
Sedangkan menurut dia, penghasilan arsitek juga dapat dilihat dari posisinya di kantor arsitek. Jika di posisi paling bawah semestinya tidak boleh kurang dari Upah Minimum Regional (UMR).
Selain itu, penghasilan seorang arsitek juga dapat dihitung dari jumlah total biaya suatu proyek. Menurutnya, arsitek dapat memperoleh bagian dua hingga delapan persen dari total biaya tersebut.
Dengan kata lain, penghasilan arsitek bisa melebihi pekerja kantoran yang masih menerima gaji bulanan.
"Jadi mestinya sudah tidak makan dari gaji lagi, bahkan sudah bisa punya kantor sendiri," pungkas Djuhara.
No comments:
Post a Comment